Main Article Content
Abstract
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi bagunan Islam Nusantara di era
digital. Lebih dari itu, mencoba menawarkan konsep Islam nusantara ala virtual sebagai
bagian dari cultural broker, sekaligus agen perubahan sosial para kiai di dunia maya.
Pelbagai tindakan anarkis atas nama agama (Islam) dibelahan dunia belakangan ini menjadi
tumpuhan dasarnya. Wajah santun Islam yang selama ini ditampilkan, dijaga, dirawat,
dan ditumbuhkembangkan oleh salafussholih—wali songo, ulama, kiai kampung, santri,
komunitas moderat—menjadi tercoreng oleh ulah sebagian kecil pemeluk Islam radikal.
Pewajahan Islam Indonesia yang rahmatan lil’alamin, atau meminjam bahasa Azzumardi Azra sebagai Islam with a smiling face mendadak menjadi sangar, bengis, kejam, dan
menakutkan. Padahal, apa yang ditampilkan Islam radikal senyatanya bukanlah gambaran
Islam nusantara (Indonesia) itu sendiri. Arena kontestasi Islam radikal yang diekspos
sedemikian rupa, baik melalui surat kabar, televisi, media sosial, maupun dunia maya—
website, blogger, twitter, facebook, whatsAp—pada hakikatnya menjadi kunci eksistensi
kelompok mereka. Setidaknya ada tiga hal yang ditemukan dalam kajian ini, yakni: (1)
konstruksi Islam nusantara sebagai rumah besar Islam (Indonesia) dipraktikkan melalui
akulturasi kebudayaan lokal, dan Islam. Di antaranya, melalui tradisi ziarah kubur, tradisi
tahlilan, tradisi wiridan, tradisi kenduri (slametan), tradisi barjanji, tradisi Peringatan
Hari Besar Islam, dan tradisi silaturrahmi; (2) kontestasi wajah baru Islam nusantara
di dunia maya dapat diformat melalui empat model, yakni: (a) Islam Nusantara virtual
tanpa identitas, (b) Islam Nusantara virtual berbasis swadaya pesantren, (c) Islam Nusantara
virtual berbasis komunitas, dan (d) Islam Nusantara virtual berbasis NU; (3) reposioning
ulama masa kini sebagai penggerak Islam nusantara salah satunya ditandai dengan
adanya ekspos fakto atas aktifitas sang kiai yang maslahah (bermanfaat bagi umat) di
dunia maya.